New Normal sendiri menurut WHO, memiliki indikator implementasinya. Yaitu, *_Pertama_* , tidak menambah penularan atau memperluas penularan atau semaksimalnya mengurangi penularan. *_Kedua_* , Menggunakan indikator sistem kesehatan yakni seberapa tinggi adaptasi dan kapasitas dari sistem kesehatan bisa merespons untuk pelayanan COVID-19. *_Ketiga,_* Surveilans yakni cara menguji seseorang atau sekelompok kerumunan apakah dia berpotensi memiliki COVID-19 atau tidak sehingga dilakukan tes masif.
Untuk mengimplementasikan itu semua. Lebih banyak dibutuhkan Panglima Perang. Mungkin tidak cukup hanya Panglima Perang dalam bidang penangulangan percepatan covid-19. Dibutuhkan Panglima Perang lain, disemua sektor pemerintahan. Yaitu, mereka yang tidak punya agenda politik golongan. Mereka yang selaras dengan kebijakan Pemerintah.
Bukan saatnya, Jokowi menikmati ‘Ayunan’ faksional elit politik didalam atau diluar kabinetnya. Jokowi segera mempercepat agenda politiknya. Tidak lagi menunggu timing. Yang cenderung menimbulkan kegaduhan. Sepakat, kalau ada angapan bahwa Jokowi selama ini menjalankan pemerintahan terlalu berkompromi. Atau, Jokowi tersandera dengan kekuataan politik dan bisnis.
New Normal adalah momentumnya. Jokowi harus segera mempercepat agenda politiknya. Menempatkan personal yang mampu menjadi panglima perang disektornya. Bebas dari agenda politik dan ekonomi yang menguntungkan kelompoknya. Personal yang mempunyai keperpihakan yang jelas kepada Bangsa ini. Sehingga pemulihan kondisi nasional segera terwujud. (*)
Oleh : Raylis Sumitra, Penulis merupakan Presedium PENA 98 (Perhimpunan Nasional Aktivitis 98) Jawa Timur Mantan Jurnalis pengemar kopi