Harian Sederhana, Depok –Penertiban bangunan atau bidang lahan yang berada di area Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) ditargetkan Oktober akan mulai dilaksanakan. Hal ini perlu segera dilakukan menyusul pembangunan gedung yang sedang dan akan dilaksanakan.
“Target Oktober untuk bangunan yang berada di area gedung yang pelaksanaan pembangunannya lebih cepat, misalnya asrama mahasiswa yang direncanakan tahun ini selesai. Disitu ada 30-an bidang yang harus ditertibkan,” ujar Wali Kota Depok, Mohammad Idris kepada wartawan, Rabu (11/09).
Secara aturan terkait penertiban, Wali menuturkan berdasarkan peraturan pemerintah, ketika area tersebut berada di wilayah suatu daerah, kepala daerah yang bersangkutan harus mengeluarkan Surat Keputusan atau SK Tim Koordinasi Penertiban.
“Prosesnya adalah pemilik lahan, dalam hal ini Kementerian Agama mengirimkan surat ke pemerintah daerah untuk meminta bantuan dibentuknya SK tim terpadu untuk penertiban,” imbuhnya.
“Nanti kita bentuk timnya yang terdiri dari Polres, Kodim, dari pusat, Kementerian Agama, dari gubernur provinsi. Dari merekalah yang akan mengambil langkah langkah strategis untuk penertiban,” timpalnya lagi.
Terkait dengan penggantian untuk penggarap atau warga yang menempati lokasi yang bakal ditertibkan, Wali menuturkan dalam bahasa birokrasi disebut santunan, namun hal tersebut kurang diterima oleh warga.
“Kalau santunan konteksnya katanya kaum duafa, itu yang seakan yang tidak ketemu. Istilah kerohiman tidak ada dalam catatan birokrasi. Nggak boleh, nggak ada. Kalau kita patungan misalnya atau CSR, kita kasih kerahiman enggak apa-apa. Seperti apa di catatan dokumen negara kalau kerohiman nggak ada. Apa lagi ganti rugi karena ini bukan tanah hak mereka, tapi hak negara punya negara sudah sudah jelas sudah inkrah ya dulu waktu RRI juga sudah inkrah,” tandasnya.
Sementara itu Kepala Bagian Mediasi Komnas HAM, Mimin Dwi Hartono mengatakan pihaknya telah bertemu dengan Wali Kota Depok dan perwakilan dari Setwapres, Kemenag, dan warga sekitar area pembangunan UIII di wilayah lahan RRI tersebut pada Jumat (6/8).
Seperti diketahui, Komnas HAM turun tangan untuk mediasi konflik dalam penertiban bangunan lahan yang ditempati warga sekitar lahan RRI.
“Komnas HAM RI bertemu dengan Wali Kota Depok dan perwakilan dari Setwapres, Kemenag, dan lain-lain. Dalam pertemuan ditekankan bahwa kami (Komnas HAM RI) akan memfasilitasi mediasi atas konflik dalam penertiban lahan yang akan dipakai untuk kampus UIII di Depok,” kata Mimin Dwi Hartono, Sabtu (07/09).
Dwi Hartono menjelaskan, turun tangan Komnas HAM ini dalam rangka untuk mendorong situasi yang kondusif bagi perlindungan dan pemenuhan HAM. Tentunya kewenangan Komnas HAM melakukan mediasi persoalan konflik ini diatur dalam Pasal 89 ayat 4 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.
“Kami hadir kemarin untuk mendorong situasi yang kondusif bagi perlindungan dan pemenuhan HAM,” jelas Dwi Hartono.
Sebelumnya, pembangunan tahap pertama Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang berlokasi di area RRI, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok hingga saat ini dikabarkan terhambat.
Persoalan harga lahan disinyalir menjadi penyebabnya. Hal tersebut diketahui saat Wakil Presiden Jusuf Kalla meninjau pembangunan kampus tersebut pada Kamis (22/08).
Saat mengunjungi area pembangunan UIII, JK mendengarkan sejumlah keluhan keterlambatan pembangunan tahap pertama, karena permasalahan tanah warga di dekat area UIII tersebut.
Menyikapi hal tersebut, Karo Umum Kementrian Agama Republik Indonesia Syafrijal berharap Pemkot Depok bersama Polres dan Kodim bisa membantu menyelesaikan masalah tanah tersebut.
“Saya harap Kapolres, Dandim bersama Pemkot Depok bisa bantu selesaikan masalah ini. Sebab pembangunan Kampus UIII mentok dengan tanah warga,” kata Syafrijal, Kamis (22/08).
Diakui Syafrijal, pemerintah sudah menyiapkan uang ganti rugi untuk pembebasan tanah warga di area pembangunan UIII. Bahkan kata dia, uangnya sudah diberikan dari pemerintah. Namun, warga menolak ganti rugi tersebut.
“Kami sudah berikan per 31 Desember tapi mereka masih menolak mereka ingin ganti untung. Padahal ini tanah negara,” tandasnya. (*)