Harian Sederhana, Depok – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mengajukan Peraturan Daerah (Perda) Kota Religius terus mendapat ganjalan. Hal ini lantaran PDI-Perjuangan Kota Depok tetap menolak rencana lahirnya perda tersebut.
Bahkan Fraksi PDI-Perjuangan Kota Depok pun akan tetap menolak Raperda Kota Religius lantaran religiusitas adalah persoalan privat yang tidak pada tempatnya untuk diatur oleh pemerintah kota.
“Kota tidak seharusnya mengatur bagaimana warganya harus menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing,” tutur Ikravany Hilman, Sekretaris DPC PDI-P Kota Depok seperti rilis yang diterima Harian Sederhana, Rabu (31/7/2019).
Pria yang akrab disapa Ikra ini menyebut, hal yang harus dilakukan oleh sebuah kota adalah memastikan bahwa setiap warga dijamin kebebasannya untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
“Selain itu pemerintah kota juga harus mendorong terciptanya ruang interaksi dan dialog antar umat beragama (juga etnis dan ras atau identitas lainnya) bagi memastikan terjaganya toleransi dan kerukunan umat beragama,” bebernya.
Dalam konteks Depok sebagai kota yang terus berkembang dan semakin kompleks, lanjut Ikra, menjadi sangat penting untuk menekankan upaya kota untuk menjamin kebebasan beragama, toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
“Apalagi hasil riset yang dilakukakan oleh Setara Institute dan Wahid Foundation menunjukan bahwa Depok tumbuh menjadi kota yang intoleran dan tempat berkembangnya radikalisme,” imbuh Ikra.
Caleg terpilih di Pemilu 2019 ini menyebut jaminan kebebasan beragama yang dimaksud adalah kebebasan bagi setiap umat beragama untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Dalam hal ini termasuk jaminan untuk merayakan hari raya dan mendirikan rumah ibadahnya masing-masing.
“Sedangkan jaminan bagi kerukunan beragama mengandung prinsip bahwa pemerintah kota harus secara aktif mendorong terciptanya dialog dan kegiatan positif antar umat beragama,” katanya.
Ikra juga menilai kegiatan-kegiatan lintas agama harus dilakukan di berbagai sektor terutama di sektor pendidikan, sosial, kebudayaan dan politik. Karenanya, PDI-P Kota Depok percaya bahwa dialog dan kegiatan bersama akan membangun sikap toleran yang merupakan syarat penting bagi terciptanya kerukunan.
Karena itu, pihaknya lebih tertarik untuk mengusulkan dan mendorong lahirnya Peraturan Daerah Jaminan Kebebasan dan Kerukunan Beragama dibandingkan mendukung Perda Kota Religius.
“PDI-Perjuangan Kota Depok akan mengusulkan dan memperjuangkan Perda Jaminan Kebebasan dan Kerukunan Beragama bukan hanya sebagai alternatif dari Perda Kota Religius akan tetapi karena kami memandang memastikan setiap warga kota bisa beribadah dengan bebas dalam situasi yang rukun adalah hal prinsip bagi pertumbuhan kota ini, hari ini dan masa depan,” tandasnya.
Seperti diketahui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok menolak rancangan peraturan daerah atau Raperda inisiatif Pemerintah Kota Depok tentang Penyelanggaran Kota Religius (PKR). Salah satu suara yang cukup vokal menolak wacana itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP.
Ketua DPRD Kota Depok, Hendrik Tangke Allo mengungkapkan Raperda itu resmi ditolak dalam Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kota Depok untuk masuk ke dalam daftar Program Legislasi Daerah (Prolegda). Dengan demikian, segala jenis pembahasan mengenai Raperda ini tidak lagi dimungkinkan untuk dilakukan di setiap alat kelengkapan Dewan.
Hendrik menjelaskan, ada banyak pertimbangan pihaknya menolak rancangan Perda yang diprakarsai oleh Wali Kota Depok, Mohammad Idris. Menurutnya, hal itu adalah ranah pemerintah pusat dan bukan kewenangan daerah. Ini merujuk pada Undang-Undang 23 tahun 2014 yang bersifat absolut.