Emil berharap stikerisasi ini mampu menyaring masyarakat atau warga yang memang betul-betul membutuhkan, kecuali ada orang kaya yang tidak tahu malu masih mau menerima bansos. Menurut dia, hal itu akan diberlakukan karena masalah data pemerintah sudah menyerahkannya kepada pengurus RT dan RW.
“Kami akan memberlakukan itu, karena masalah data kami serahkan ke RT RW kejujurannya. Kalau semua dicurigai juga susah. Jawa Barat 9 juta yang daftar, masa Gubernur sendiri yang harus turun, kan repot agak repot. Mudah-mudahan stikerisasi bisa menyaring mana yang betul-betul membutuhkan. Kecuali ada orang kaya yang tidak tahu malu,” ujarnya.
Khawatirkan Gejolak Sosial
Sementara itu, sejumlah kalangan mengkhawatirkan bansos memicu gejolak sosial di masyarakat. Terlebih jika pemerintah tak memiliki rencana yang matang serta terperinci. Mulai dari aspek sasaran penerima hingga soal besaran proporsi bantuan.
“Potensi terjadinya gejolak sosial ini akan sangat mungkin terjadi jika pembagiannya dianggap tidak proporsional,” ujar Ketua Fraksi Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat Asep Wahyuwijaya kepada awak media, Selaa (28/4).
Bahkan Asep mengaku, DPRD Jawa Barat sempat menyampaikan potensi terjadinya gejolak sosial saat pembagian bantuan sosial ini kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil namun seolah dianggap angin lalu.
“Saya pernah menyampaikan pada saat forum rapat pimpinan DPRD Provinsi Jabar beserta jajaran Satgas Covid-19 Provinsi Jabar untuk berhati-hati dengan skenario pemberian bansos kepada warga. Jika tidak matang perencanaannya, maka alih-alih membantu warga yang terdampak tapi Pemprov Jabar justru bisa menjadi pemicu terjadinya gejolak sosial di akar rumput. Fenomena penolakan untuk menerima bantuan yang terjadi di hampir seluruh pelosok Jawa Barat ini meskipun sifatnya belum massif, namun bagaimanapun harus diantisipasi sedini mungkin,” ungkap Asep, Selasa 28 April 2020.