Harian Sederhana, Depok – Universitas Indonesia (UI) menggelar forum kebangsaan bertajuk NKRI sebagai basis kesatuan ekonomi dalam menghadapi ketidakpastian global. Forum diskusi itu menghadirkan sejumlah pakar diantaranya Hikmahanto Juwana, Hamdi Muluk dan Febrio Kacaribu.
Dalam paparannya, Hikmahanto Juwana selaku guru besar hukum internasional UI membahas terkait posisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam menghadapi adidaya dunia. Ia menjelaskan, dalam tiga dekade terakhir telah terjadi perubahan geopolitik dunia yang signifikan.
Dalam menghadapi situasi seperti ini menurutnya banyak negara, termasuk yang ada di Eropa, mengambil langkah integrasi, yang dilakukan didasarkan pada ancaman yang sangat akut yaitu pasar dan tempat berproduksi.
“Menghadapai fenomena geopolitik seperti ini, bagaimana Indonesia harus bersikap. Tidak ada kata lain selain harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara,” katanya dalam diskusi yang berlangsung di Balai Sidang UI, Senin (24/6/2019).
Secara geopolitik, tutur Hikmahanto, Indonesia tidak boleh terpecah karena perbedaan-perbedaan internal. Tantangan yang muncul dari perebutan pasar dan tempat berproduksi harus disikapi dengan menjaga dan merawat NKRI. “Bangsa lain sudah sibuk dengan kemajuan kita jangan ketinggalan,” ujarnya.
Ditempat yang sama, guru besar psikologi politik UI, Hamdi Muluk membahas terkait pola pikir dan pola sikap Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dalam menghadapi persaingan global di era digital.
Menurutnya, persaingan global di era digital menghasilkan kesimpulan bahwa bangsa yang bisa survive hanyalah bangsa yang solid secara internal dan yang mampu beradaptasi secara cepat terhadap perkembangan dunia.
Secara keseluruhan untuk maju, jelas Hamdi, diperlukan modal ekonomi (economic capital), modal institusional (institutional capital), modal sosial(social capital), modal budaya (cultural capital), dan modal psikologis (psychological capital).
“Namun tanpa mengesampingkan modal ekonomi, institusi, maka tampaknya tindakan terencana untuk memperkuat basis modal sosial, modal budaya, dan modal psikologis dalam sebuah disain yang komprehensif semacam neo-revolusi mental adalah proyek strategis Indonesia paling tidak untuk 20- 30 tahun ke depan,” katanya.
Sementara itu, kepala kajian makro LPEM FEB UI, Febrio Kacaribu membahas terkait NKRI sebagai kesatuan ekonomi dalam pentas dunia. Menurutnya, Indonesia adalah negara dengan perekonomian sangat besar.
Dirinya memaparkan, diantara 16 perekonomian terbesar dalam 20 tahun terakhir, hanya ada tiga negara yang perekonomiannya selalu tumbuh di atas pertumbuhan GDP dunia, di antaranya Tiongkok, India dan Indonesia.
“Perekonomian Indonesia dalam 10 tahun ke depan kami proyeksikan akan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan 5,3-5,6 persen per tahun. Ini pun akan jauh di atas rata-rata potensi pertumbuhan dunia yang diproyeksikan oleh IMF tumbuh sekitar 3,6 persen per tahun,” katanya.
Dengan demikian, Febrio mengatakan, 10 tahun lagi, peluangnya sangat besar bagi perekonomian Indonesia untuk naik ke posisi nomor 10 ekonomi terbesar di dunia. Perekonomian yang semakin besar ini akan dibarengi peluang yang semakin besar bagi bangsa Indonesia untuk tampil dan berperan di kancah politik global.
Lebih lanjut, Febrio menilai pertumbuhan tersebut dibarengi dengan sejumlah tantangan. Diantaranya kualitas SDM, yang menurutnya masih belum optimal dalam pencapaian pada indeks kemudahan berusaha, persistensi dari defisit neraca transaksi berjalan yang terutama disebabkan oleh masih belum bertambahnya peranan non-komoditas dalam keranjang ekspor Indonesia.
“Menghadapi tantangan-tantangan yang mendesak di atas, sangat krusial adanya kesatuan derap langkah dan semangat juang dari masyarakat bersama para pemimpin kita. Indonesia terbukti berhasil selamat dari banyak guncangan dalam 20 puluh tahun terakhir dan bahkan membawa Indonesia menjadi salah satu dari 16 Negara dengan perekonomian terbesar,” ujarnya.
(*)