Harian Sederhana, Depok – Penolakan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Depok sebagai Kota Religius oleh DPRD Kota Depok dalam Rapat Badan Musyarawah (Bamus) dinilai tidak rasional. Pasalnya, ada mekanisme yang harusnya dijalankan terlebih dahulu, seperti kajian dan analisa. Hal tersebut diungkapkan Wali Kota Depok, Mohammad Idris kepada Harian Sederhana, kemarin.
Orang nomor satu di Kota Depok ini mengatakan, latarbelakang diusulkannya Raperda ini adalah dalam rangka mewujudkan masyarakat Kota Depok yang religius yang senantiasa menjunjung tinggi harkat, martabat dan kemuliaan berdasarkan norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan sebagai tuntunan dalam menjalankan kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal ini pula yang membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Depok perlu mendorong setiap upaya masyarakat untuk senantiasa menyeru dan mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan tercela sehingga terwujud suasana kehidupan kemasyarakatan yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib dan tenteram.
“Mekanismenya yang harus dilakukan oleh DPRD adalah ketika rancangan itu masuk eksekutif seharusnya dipelajari dulu. Itukan baru usulan dari kami. Kok belum dipelajari sudah menuai penolakan,” tutur Idris.
Padahal, lanjutnya, kalau mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Perubahan (RPJMD-P) Kota Depok, visi misinya adalah Kota Depok sebagai kota yang Unggul, Nyaman dan Religius.
“Jadi perda yang kita usulkan sejalan dan sesuai dengan RPJMD-P. Sudah jelas tertuang disana,” katanya.
Wali Kota juga mengatakan, filosofis spirit penyusunan raperda ini adalah untuk menguatkan kehidupan sosial masyarakat di Kota Depok yang sesuai dengan norma-norma dan nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan pada dasar sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Selain itu kehidupan beragama yang toleran dan moderat di Negara Indonesia pada umumnya sarat dengan nilai-nilai religius tidak hanya mengurus soal-soal urusan pribadi, namun yang terpenting bagaimana praktek keberagamaan itu terefleksi dalam kehidupan social politik di Negara yang menganut kebhinekaan dan keberagaman dalam etnis dan keyakinan agama,” papar Wali Kota.
Secara Yuridis, lanjut Idris, pada prinsipnya pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk melaksanakan urusan di bidang ketenteraman ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, serta bidang sosial, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi landasan penyusunan raperda ini.
“Raperda Penyelenggaraan Kota Religius adalah dalam rangka menyelaraskan visi dan misi Kota Depok yaitu Unggul, Nyaman, Religius,” imbuhnya.
Dimana yang dimaksud dengan religius, sambungnya, adalah terjaminnya hak-hak masyarakat dalam menjalankan kewajiban agama bagi masing-masing pemeluknya, yang tercermin dalam peningkatan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta kemuliaan dalam akhlak, moral, dan etika serta berwawasan kenegaraan dan kebangsaan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
“Secara Sosiologis, masyarakat Kota Depok adalah masyarakat heterogen dimana warganya hampir merefleksikan semua suku bangsa Indonesia dengan karakter budaya dan agama yang berbeda. Dengan demikian perlu didorong pengaturan agar terwujud masyarakat yang harmonis, rukun damai, aman, tertib dan tenteram,” bebernya.