Harian Sederhana, Karawang – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Gerindra, Ihsanudin mengajak para petani plasma Tambak Inti Rakyat (TIR) Cipucuk Karawang berjuang bersama, untuk meminta Kementerian Kelautan RI untuk memberikan hak kepemilikan atas lahan yang telah dijanjikan.
Dikatakannya, Plasma merupakan suatu gagasan untuk pengembangan ekonomi masyarakat melalui usaha kemitraan antara petani tambak dengan perusahaan penyandang dana. Plasma adalah petani tambak dan penyandang dana disebut Inti.
“Di Karawang, hubungan kemitraan ini terjalin sejak 1984-2000 dan dikenal dengan TIR (Tambak Inti Rakyat). Selain meningkatkan perekonomian rakyat melalui usaha yang berbasis sumber daya alam dalam hal ini perikanan. Pola TIR juga berperan untuk menyerap lapangan kerja, menghasilkan devisa negara dari ekspor non migas dan pemerataan pembangunan,” tutur Ihsanudin kepada wartawan, Jumat (17/04).
Hubungan antara inti dan plasma, lanjut pria yang akrab disapa Kang Ical tersebut, adalah hubungan kemitraan yang adil dan saling menguntungkan seperti tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 1984. Petani plasma merupakan anak angkat dari Inti sebagai penyandang dana.
“Terdapat kesepakatan di awal bahwa masyarakat petani plasma akan bekerja dan belajar selama 3 tahun dan akhirnya mendapat hak konversi lahan dengan cara kredit. Kenyataannya petani plasma TIR Cipucuk-Karawang mengalami kejadian yang berbeda dan tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya diberlakukan,” ungkapnya.
Masih menurut Kang Ical, sejak TIR beroperasi tahun 1986, pola TIR tidak dijalankan secara proporsional dan tertib aturan, dimana hegemoni perusahaan Inti dalam mengambil keputusan sangat besar dan tidak transparan dalam pengelolaannya.
Kehidupan petani plasma semakin terpuruk dengan dilanggarnya berbagai aturan diantaranya, mengenai bonus produksi, tingkat penghasilan yang rendah serta hak konversi lahan yang tidak jelas, sehingga tekanan kebutuhan hidup semakin berat dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok.
“Berbagai usaha telah dilakukan, diantaranya dengan bertanya kepada Inti mengenai hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, namun bukan kepastian yang petani plasma dapatkan, malah berbagai tekanan dan intimidasi serta ketidakpastian kapan konversi bisa dilakukan,” ujarnya.
Hal ini, sambung Ical, mengakibatkan kelelahan, trauma dan ketakutan. Beberapa petani plasma mundur dari TIR karena tidak kuat menahan beban hidup selama masa ketidakpastian.
“Audiensi, demonstrasi dan pertemuan-pertemuan telah dilakukan, hingga akhirnya salah satu pelopor penggerak petani plasma dipermasalahkan dan dijebloskan kedalam penjara pada tahun 2006. Dari masa itulah petani plasma berhenti berjuang hingga saya sebagai anak plasma dilantik menjadi anggota dewan Provinsi Jawa Barat,” ujarnya.
Ical menambahkan, pada tanggal 15 April 2020 lalu ia lakukan kunjungan kerja atas nama anggota dewan Provinsi Jawa Barat ke Dinas Perikanan Kabupaten Karawang. Selain membahas pengaruh Covid 19 terhadap penghasilan para nelayan, petambak, dan para pekerja perikanan, ia pun mengaku lebih fokus bicara soal nasib petani plasma di Karawang masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang.
“Alhamdulillah, Bapak Kadis Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karawang, H. Hendro Subroto dan Bapak Sekdis H. Abuh Bukhori beserta jajaran menyambut baik dan siap membantu masyarakat plasma Karawang dalam memperjuangkan hak-hak kepemilikan atas lahan (konversi) sesuai perjanjian,” ujarnya.
“Kedepan ikhtiar kami sudah bulat, yaitu meminta kepada Kementerian Kelautan Pusat untuk memenuhi tuntutan masyarakat plasma Karawang, diberikan hak atas tanah yang dijanjikan kepemilikannya,” pungkasnya. (*)