Harian Sederhana, Depok – Memanasnya suhu politik bukan kali ini saja menjelang Pilkada Depok. Pileg dan pilpres pun tak kalah serunya. Fenomena Prabowo merapat ke Megawati memperlihatkan itulah politik Lawan menjadi Kawan.
Jika melihat perseteruan di pilpres lalu sungguh luar biasa. Masyarakat Indonesia disajikan drama yang menyakitkan perseteruan dua kubu tersebut. Bahkan muncul istilah “kecebong dan kampret” saling caci maki saling kritik baik di media tv, media lokal sampai ke media sosial.
Ya, di politik jangan pakai hati nanti bisa baper istilah yang sering dipakai anak muda bawa perasaan. Nanti sakitnya berkepanjangan bisa kronis. Nikmati saja dinamikanya, nikmati saja sajiannya. Dan akhirnya cerita sudah banyak pelajaran. Lawan menjadi Kawan.
Banyak tokoh-tokoh politik yang kita kenal mati-matian bela Prabowo, kejadian yang bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Salah satunya Mochtar Ngabalin yang di Pilpres 2014 menjadi pembela dan pengusung capres Prabowo yang sangat militan, dan ‘gila’.
Bayangkan dalam sebuah kampanye pria bersorban ini mengatakan “bila perlu kita memaksa Allah untuk memenangkan Prabowo!”. Namun beberapa waktu lalu dia membelot ke kubu Jokowi, dan menjadi anggota tim ahli Kantor Staf Kepresidenan.
Kepala boleh panas tapi hati harus tetap dingin. Itulah politik. Bisa jadi bagian dari strategi politik atau memang untuk bisa menang harus mengakomodir kepentingan lawan.
Pro kontra dalam politik hal yang biasa. Tak seru jika datar-datar saja. Saran untuk para pendukung dan masyarakat lihat, amati dan cermati dalam Pilkada Depok. Jangan emosi, nikmati berita media.
Terkadang bahasa media harus bombastis agar menarik pembaca. Aslinya tak seheboh pemberitaannya. Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi hari esok. Allah Maha Pemaaf dan Allah Maha Kuasa dan Maha Tahu atas segala sesuatu. (*)