Harian Sederhana – Saya sebagai Ketua Komisi IV DPRD Jawa Barat menilai kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tak efektif. Setidaknya ada beberapa hal penyebab hal tersebut.
Pertama, masih banyak warga belum memahami ketentuan-ketentuan dalam aturan PSBB. Apa itu PSBB, maksud dan tujuan serta manfaat bagi warga. Sepertinya pemerintah asik dengan program mengatasi dari dua sudut saja yaitu masalah kesehatan dan masalah sosial.
Dan juga masyarakat pikirannya tidak fokus terhadap masalah PSBB, kebanyakan fokus permasalahan sosial ekonomi karena sudah tak berpenghasilan lagi alias sudah tak punya uang lagi.
Kedua, belum mampunya pemerintah memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat. Bantuan sosial atau bansos baik dari pusat maupun dari provinsi terbentur oleh masalah data maupun masalah keuangan pusat dan provinsi.
Wabah Covid-19 ini memperlihatkan data penduduk yang carut marut. Persoalan seakan tak habisnya dikelola secara baik. Mulai dari data pemilih dalam pemilu, sampai kini ketidak beresan terjadi. Warga yang ingin mendapat bantuan sangat banyak tapi kenapa yang dapat orang yang sudah wafat bahkan tak ditemukan alamat penerima bantuan.
Penantian panjang warga, para RT/RW dan kepala desa atas data warga yang telah disetorkan ke wali kota atau gubernur tak kunjung datang. Ada datang hanya terlalu sedikit 3 KK dalam 1 RW atau RT, sehingga membuat beberapa kepala desa menolak khawatir rusuh jika dibagikan karena lebih banyak yang tidak dapat padahal kriterianya masuk dalam kategori penerima bansos. Apakah pusat atau propinsi punya uang?
Atau hanya permasalahan data yang tak terferivikasi? Jika kita telusuri lebih jauh ternyata ada faktor keuangan daerah yang tak siap. Betapa wabah Covid-19 ini akan banyak menurun kan pendapatan daerah.
Pada bulan lalu saja Jawa Barat bisa dibilang hampir Rp 9 triliun lebih PAD akan hilang. Bisa jadi apa yang direncanakan tak akan bisa dilaksanakan walaupun kebijakan memotong anggaran proyek-proyek fisik dialihkan untuk Covid-19 ternyata masih belum bisa menutupi untuk bansos masyarakat.
Penyebab ketiga, yakni tidak serentaknya waktu pelaksanaan PSBB di Jawa Barat. Bodebek melaksanakan pertengahan April lalu. Bandung Raya akhir April lalu. Sekarang akan dilaksanakan seluruh Jawa Barat. Masyarakat semakin lelah dengan semakin tak jelas nya waktu PSBB.
Faktor kepemimpinan yang tak tegas membuat peraturan yang berujung ketidak berhasilan sebuah program. Kita satu bangsa, kita satu negara minimal satu provinsi, mengapa harus bergantian PSBB-nya sementara mobilitas penduduk sangat tinggi untuk bepergian se-wilayah Jawa Barat dan Jakarta.
Keempat yakni cek poin, evaluasi pantauan Komisi IV dibeberapa titik cek poin menunjukan beberapa permasalahan, diantaranya masih banyak warga yang tak menggunakan masker, lalu aturan untuk penumpang baik motor dan mobil yang tak sesuai aturan PSBB terutama angkutan umum.
Kemudian, keinginan warga pulang kampung tak bisa dihindari. Bulan Ramadan dan Lebaran sebagai tradisi mudik di Indonesia membuat warga tak tahan untuk tidak berkumpul dengan keluarga.
Berbagai cara dilakukan warga untuk bisa pulang kampung. Apalagi sekarang dilonggarkan oleh pemerintah pusat untuk mudik. Semakin tak jelas ini aturan dan akan membahayakan penyebaran virus corona.
Wilayah perbatasan Jawa Barat dengan Jakarta lalu lalang warga menggunakan kendaraan secara bebas. Jabar dan DKI Jakarta meminta agar commuter line tak beroperasi karena terjadi penumpukan orang dalam gerbong kereta tak bisa dihindari. Tetapi pusat dan pihak commuter line tetap terus beroperasi.
Ya kita melihat data PDP, ODP tak juga melandai. Korban meninggal bertambah. Ketidaktegasan pemimpin membuat semua yang dilaksanakan tak efektif. Kita berharap dan berdoa semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang memberikan ampunan kita semua.
Sehingga dengan seizinnya dan atas kuasa-Nya, wabah Covid-19 ini segera dihilangkan dari bumi ini. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Keberkahan Ramadan akan membawa bumi menjadi bersih dari wabah Covid-19 ini. Aamiin Ya Rabbal Alamin