Harian Sederhana, Depok – Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok menggelar rapat kerja bersama sejumlah pimpinan rumah sakit swasta mengenai prosedur penanganan kasus pasien dalam pengawasan atau PDP Covid-19, Rabu (18/03).
Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, Suprianti menuturkan rapat tersebut diadakan tak hanya berkaitan dengan wabah Covid-19 atau corona yang sedang mendunia. Melainkan juga banyaknya laporan dari masyarakat yang mengaku ditolak berobat ke rumah sakit.
Supriatni menyebutkan, banyaknya keluhan dari masyarakat kepada rumah sakit swasta yang menolak pasien Covid-19 karena Kota Depok hanya memiliki satu rumah sakit berstatus negeri yang mampu menangani kasus tersebut.
“Banyak laporan rumah sakit swasta yang menolak pasien Covid-19 dengan alasan belum memiliki alat yang lengkap,” tutur Supriatni, Rabu (18/03).
Supriatni juga mengatakan kebanyakan rumah sakit swasta tersebut berkilah dengan alasan keterbatasan alat, padahal mereka menolak dengan alasan pasien merupakan pengguna BPJS atau KIS.
“Apalagi pasien yang tidak memiliki jaminan apa-apa, kebanyakan mendapat perlakuan tidak mengenakan dari rumah sakit swasta,” kata Supriatni.
Ia pun menyebut, kumpulnya 23 pimpinan rumah sakit swasta adalah momen yang sangat sulit. Ia pun mengapresiasi kehadiran para pimpinan rumah sakit ini dalam hal pembahasan penanganan pandemi corona.
Pada kesempatan itu, dirinya menegaskan agar pihak rumah sakit swasta agar melayani setiap masyarakat yang berobat, meski tidak memiliki surat jaminan apapun.
“Layani pasien meski tidak memiliki jaminan apapun. Rumah sakit kan bisa memerintahkan keluarga pasien membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM). Nanti dilaporkan ke Dinas Kesehatan dan dibayarkan menggunakan dana bansosnya,” ujarnya.
Masih ditempat yang sama, Suparyono selaku Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Depok mengatakan, dari hasil pertemuan dengan para pimpinan rumah sakit swasta di Depok ini dapat diambil sebuah kesimpulan. Yakni banyaknya rumah sakit yang belum siap menangani bila ada pasien yang terduga terjangkit corona.
“Mereka (pimpinan rumah sakit) mengaku masih minimnya sarana prasarana soal penanggulangan corona. Seperti keterbatasan alat pelindung diri atau APD, kemudian peralatan lainnya,” kata Suparyono.
Dari penjabaran yang diterima dari para pimpinan rumah sakit, secara umum mereka tidak siap karena sampai saat ini rumah sakit yang ada belum diberikan kewenangan. Bukan itu saja, belum ada pelatihan terutama dalam pengambilan swab saat menjalani tes corona.
“Contoh kecil saja, yang mana mereka ingin melakukan pengambilan swab, para rumah sakit ini belum memiliki alat dan tenaga medis yang menguasai hal tersebut. Karenanya mereka meminta kepada Dinkes dan Gugus Tugas yang dibentuk oleh Pemkot Depok memfasilitasi hal tersebut,” tandas Suparyono. (*)