Ayo Kembali ke Khittah
Oleh : Andi Sopiandi
Dunia Jurnalistik dan dunia Politik bagaikan dua sisi mata uang saling mengaitkan. Mereka bisa menyatu dan bisa menjadi sebuah kekuatan untuk mengubah sebuah peradaban. Bicara praktisi, politik akan menentukan arah bagaimana menata serta memperjuangkan sebuah kebiasaan yang buruk menjadi lebih baik dalam konteks membangun sebuah kota (polis).
Bicara politik itu ‘Suci’ mengapa ? karena pada hakekatnya, teori politik adalah bagaimana masyarakat dibangun sirkulasi peradabannya hingga mencapai titik kesejahteraan. Teorinya, sebuah model penjelasan tentang bagaimana kekuasaan bekerja. Secara lebih detail, penjelasan teori ini melibatkan sejumlah variabel yang berhubungan dengan relasi kuasa dan pengorganisasian masyarakat.
Para politisi dituntut untuk memberikan manfaat dan berlomba-lomba berbuat dalam hal kebaikan (fastabiqul khairat) kepada ‘UMAT’ untuk kemaslahatan. Bukan sebaliknya, mempertontonkan hal yang Mudharat (keburukan).
Untuk itu fungsi Jurnalis atau wartawan yang mampu mengontrolnya, sehingga politisi serta jurnalis memiliki kekuatan untuk mengubah sebuah peradaban.
Bahkan sang penakluk ‘Napoleon Bonaparte’ ternyata lebih takut kepada 10 wartawan, daripada 100 divisi infanteri tentara musuh.
Orang yang pernah menjadi kaisar Perancis tersebut, pernah menggambarkan karakteristik wartawan, “Wartawan itu cerewet, pengecam, penasihat, pengawas, penguasa, dan guru bangsa. Empat surat kabar musuh lebih aku takuti, daripada seribu bayonet” tandas sang kaisar.
Kenapa Napoleon Bonaparte bilang wartawan itu cerewet? Karena wartawan harus bertanya, menggali informasi sedalam dan sedetil mungkin tentang sebuah peristiwa atau masalah, untuk dilaporkan kepada publik. Peliputan peristiwa pasti butuh wawancara. Untuk wawancara, wartawan ya harus cermat, cerewet dan akurat.
Pengecam, karena wartawan umumnya orang idealis. Secara langsung atau tidak langsung, eksplisit ataupun implisit, wartawan mengecam ketidakberesan pejabat yang korup, masyarakat yang tidak disiplin atau tidak taat pada aturan. Orang idealis senantiasa menginginkan semua berjalan pada jalurnya (on the track) sesuai dengan aturan, dan tidak menyukai berbagai penyimpangan.
Wartawan juga bisa dikatakan seorang penasihat, karena wartawan menjalankan fungsi mendidik (to educate). Mendidik pembacanya biar taat asas, mengendalikan pemikiran dan sikap mereka lewat tulisan. Tanpa harus terkesan dan terasa menggurui, dengan menyajikan sebuah informasi penting dan menarik.
Dan realitasnya sebenarnya wartawan sedang menjadi penasihat bagi banyak orang (pembaca atau khalayak).
Wartawan juga bisa menjadi pengawas, karena wartawan menjalankan peran sebagai pengawas kinerja pemerintah dan perilaku masyarakat (social control). Wartawan adalah mata dan telinga pembaca atau masyarakat. Semua peristiwa penting tidak luput dari pantauan wartawan, baik penting dalam pengertian menyangkut orang penting (public figur, pejabat) maupun menyangkut kepentingan umum.
Dan tanpa kita sadari, Wartawan adalah “penguasa” karena wartawan adalah pengendali arus informasi. Wartawan menentukan apa yang penting dan tidak; menentukan apa yang mesti dipikirkan oleh publik, bahkan mampu mengarahkan, secara langsung atau tidak langsung, bagaimana publik harus menyikapi sebuah masalah.
Dan yang terakhir, Wartawan adalah guru Bangsa seperti penasihat, wartawan mendidik pembacanya dalam berbagai hal. Pesan yang dikandung sebuah informasi yang ditulis wartawan, adalah didikan wartawan.
Tentu, semua karakter yang penulis sampaikan ada pada diri wartawan profesional, yakni wartawan yang menguasai betul teknik jurnalistik, paham bidang liputannya, dan menaati kode etik Jurnalistik. Apalagi saat ini ada wartawan dituntut WAJIB untuk mendapatkan ‘catatan resmi’ berupa sertfikasi dari lembaga yang namanya Dewan Pers.
Sedangkan Wartawan yang menjadi pemeras, pencari ‘amplop’, atau menyalahgunakan profesinya jelas bukan wartawan profesional. Sebut saja mereka wartawan gadungan, wartawan bodreks dan hanya merusak citra insan pers.
Ada juga ‘wartawan kuda tunggang’, yakni wartawan yang dikendalikan oleh seseorang (pejabat misalnya) dengan bayaran ‘amplop’ serta masih banyak lagi istilah-istilah untuk wartawan beraliran sesat.
Untuk itu penulis berharap Insan Pers selalu menyajikan dan dituntut untuk tetap loyal terhadap publik dan kebenaran. Kebenaran dalam dunia jurnalistik parameternya adalah Jujur Inspiratif dan faktual sesuai dengan data, fakta serta tidak ada yang dimanipulasi, ya, apa adanya.
Dan semoga wartawan di republik ini khususnya di Kota Depok ini mampu menjadi wartawan seperti yang digambarkan oleh sang penakluk. Insya Allah…
*) Penulis Merupakan Eks Wartawan Nasional & Lokal dan Tenaga Ahli Fraksi DPRD Kota Depok Periode 2013-2019.