Harian Sederhana – Persoalan kenakalan remaja atau pelajar dari waktu ke waktu masih saja terus terjadi. Sering kita saksikan di media, para pelajar yang melakukan aksi tawuran sesama pelajar lain.
Kerap kali pemicu dari aksi tidak terpuji ini adalah permasalahan sepele, seperti budaya turun-temurun antarsekolah, saling tatap, ejek, hingga meladeni ajakan atau tantangan dari sekolah lain.
Dulu aksi tawuran biasanya dilakukan di titik-titik tertentu yang menjadi lokasi pertemuan para pelajar. Lokasi ini biasanya dikenali sebagai tempat rawan tawuran.
Namun saat ini, kecanggihan teknologi berupa media sosial juga dimanfaatkan untuk melakukan aksi. Diketahui, para pelajar yang ingin tawuran lebih dulu melakukan janjian untuk bertemu di titik yang telah disepakati.
Kesempatan dan masih sulitnya pengawasan membuat para pelajar kerap melakukan aksi kenakalan.
Padahal, aksi tawuran telah menimbulkan banyak korban, baik yang mengalami luka, cacat, hingga meninggal dunia. Tapi, aksi ini masih terus berlanjut dan masih saja terjadi.
Karena itulah, dibutuhkan kerjasama dan peran dari semua pihak untuk bisa menganggulangi permasalahan ini. Jangan sampai pelajar yang merupakan generasi muda, penyambung tongkat estafet pemimpin masa depan menjadi korban sia-sia.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka tawuran adalah dengan dibentuknya satgas antintawuran di setiap wilayah. Masyarakat berkolaborasi dengan pemangku kepentingan, termasuk petugas keamanan melakukan pengawasan dan pencegahan.
Tugasnya adalah mengawasi titik kerawanan aksi tawuran, memantau medsos sebagai sarana janjian tawuran, hingga memberikan penyuluhan ke sekolah-sekolah mengenai dampak negatif tawuran.
Dengan kepedulian semua pihak diharapkan aksi ini akan terus ditekan, sehingga para pelajar semakin fokus pada tugasnya belajar dan mempersiapkan diri sebagai generasi terdidik menyongsong masa depan yang cerah. (*)