Harian Sederhana – Hari ini, masyarakat di Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, siap mengadang petugas Pengadilan Negeri Kota Depok dan tim gabungan dengan menggunakan bambu runcing. Pengadangan dikarenakan warga korban tol Cijago menolak rencana penggusuran atau pembongkaran rumahnya oleh Pengadilan Negeri Kota Depok.
Salah satu warga korban pembangunan jalan Tol Cijago di Kelurahan Kukusan, Syamsudin menegaskan warga akan melakukan penolakan bahkan mengadang pembongkaran terhadap rumahnya. Para pemilik rumah menolak pembayaran uang ganti rugi, yang sudah dititipkan di Pengadilan Negeri Kota Depok atau konsinyasi.
“Kami menolak uang ganti rugi yang dititipkan di pengadilan negeri karena tidak sesuai dengan nilai tim appraisal,” katanya kepada wartawan saat mempersipkan bambu runcing, Sabtu (29/9).
Dia mengatakan warga juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Depok terkait Konsinyasi, yang nilai ganti ruginya yang ditetapkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Depok selaku Panitia Pengadaan Tanah (P2T).
“Kami menuntut keadilan dan disamakan untuk ganti rugi dengan yang lain. Selama ini tim appraisal masih menggunakan survei tahun 2015, dimana masa berlakunya sudah habis,” katanya.
Warga telah mengajukan gugatan ke PN Depok mengenai ganti rugi lahan tersebut dan proses hukumnya sedang berjalan.
“Kami warga korban tol Cijago meminta agar eksekusi pembebasan lahan Jalan Tol Cijago ditunda, sampai keputusan hukum inkrah. Kami meminta agar PN Depok berlaku adil, dengan menunda eksekusi sebelum adanya pembayaran lahan warga,” jelasnya.
Warga akan melakukan perlawanan jika PN Depok tetap melakukan eksekusi pengosongan rumah. “Jika tetap dilakukan eksekusi, warga kami akan tetap mempertahankan rumah dengan cara apa pun,” tegasnya.
Lokasi lainnya warga di beberapa RW di Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji, yang terkena pembebasan lahan Jalan Tol Cijago menolak mentah-mentah harga ganti rugi yang diajukan tim aprraisal dari Pemkot Depok.
Mereka menilai banyak kejanggalan dalam penentuan harga ganti rugi lahan yang terkena dari tim apresial sebelumnya. “Kami jelas menolak bila ganti rugi lahan hanya ditetapkan tidak sesuai permeternya. Sebab, sebelumnya pernah disampaikan beberapa tahun lalu mencapai nilainya yang sesuai, belum termasuk bangunan dan tanah,” katanya.
Menurut dia, warga yang terkena pembebasan lahan bakal tidak setuju karena terlalu rendah. Hal yang mengherankan warga adalah harga ganti rugi yang disampaikan dalam musyawarah sekarang, jauh dari harga yang ditawarkan setahun lalu.
“Lahan saya sudah diukur dan dihitung hanya memiliki luas sekitar 57 meter dan harganya pun sudah ditetapkan dua tahun lalu, tapi sekarang malah harga yang ditetapkan tim aprraisal baru malah jauh turun dari harga sebelumnya,” katanya.
Sementara, Ketua Pengadilan Negeri Depok Sobandi mengutarakan eksekusi sudah ditetapkan dan sesuai dengan prosedur. “Kami akan tampung tuntutan warga, nanti akan dipelajari, apa perlu ditunda atau tidak,” katanya.
Menurut Sobandi, sebenarnya sudah ada surat pelepasan hak tanah antara pemegang hak tanah dari BPN. Masalah ganti rugi tidak ada hubungannya dengan pelepasan hak tanah lagi. Tapi, warga meminta tambahan ganti rugi karena menurut mereka yang sudah diberikan tidak sesuai dengan harga tanah saat ini.
Untuk itu, lanjut dia, bagi warga yang menolak, uang ganti rugi melalui konsinyasi sudah dititipkan di PN Depok. Sebagian warga yang tidak mau terima uang ganti rugi yang ditetapkan dan sedang mengajukan gugatan, uangnya dititipkan di pengadilan. (Aji/HS/SG)