Zonasi Korbankan 21 Pelajar, Salah Satunya Anak Yatim
Harian Sederhana, Depok – Puluhan siswa bersama orang tuanya melakukan aksi unjuk rasa di depan pintu masuk Kantor Balai Kota Depok, Jalan Margonda, Selasa (2/7/2019). Mereka protes terkait kebijakan sistem zonasi pendaftaran sekolah yang ditetapkan Permendikbud Nomopendidikar 51 Tahun 2018.
Mereka yang menjadi korban Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) itu menilai telah membuat 21 siswa miskin tidak bisa sekolah.
“Unjuk rasa ini merupakan wujud solidaritas kami selaku Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) untuk keluarga miskin yang anaknya gagal bersekolah di sekolah negeri Depok,” tutur Ketua DKR, Roy Pangharapan usah menggelar aksi.
Roy menerangkan, siswa miskin ditolak di sekolah negeri karena para siswa ini mendaftar ke sekolah yang tidak sesuai dengan zona yang sudah ditentukan pemerintah. Dari siswa miskin yang ditolak terdapat seorang anak yatim.
“Alasan ditolak katanya karena tidak sesuai zonasi. Padahal SMA dan SMK di Depok belum merata di setiap kecamatan,” jelasnya.
“Sudah menjadi kewajiban kami DKR Kota Depok membantu keluarga anggota relawan kami. Apalagi mereka keluarga tak mampu,” lanjut dia.
Lebih lanjut, ia berharap semua siswa miskin di Kota Depok mendapat haknya bersekolah di sekolah negeri tanpa dipersulit oleh sistem zonasi. “Akomodir semua siswa miskin untuk masuk sekolah negeri, agar subsidi pendidikan dari pemerintah tepat sasaran,” katanya.
Menurutnya, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang menetapkan zonasi sekolah sangat merugikan bagi keluarga rakyat miskin.
“Herannya justru kebijakan menteri yang mengorbankan keluarga miskin ini bisa berlaku dibawah pemerintahan Presiden Jokowi. Kok malah bertentangan dengan semangat Presiden Jokowi sendiri yang berusaha memudahkan pelayanan bagi rakyat khususnya yang miskin dan tidak mampu,” katanya.
Sistem zonasi di Kota Depok kata Roy, sudah merepotkan keluarga miskin dan sampai tidak bisa sekolah.
“Bagaimana dengan daerah pelosok, di luar Jawa dan desa-desa terpencilnya. Bagaimana sumber daya manusia bisa maju, sekolah saja dipersulit,” katanya.
Ia kemudian berharap kepada Wali Kota Depok untuk segera turun tangan. Sebab kata Roy, warga Depok yang sudah menjadi korban sistem yang dibuat Mendikbud.
“Kegagalan Pemerintah Kota Depok membangun gedung SMA/SMK yang tidak merata di setiap kecamatan di Kota Depok, sebagai contoh kecamatan Beji tidak memiliki SMA SMK,” pungkasnya.
Sebelumnya Wali Kota Depok, Mohammad Idris Wali Kota Depok, Mohammad Idris menuturkan kalau permasalahan PPDB yang terjadi beberapa hari terakhir jangan sampai terus terulang dan seger dicarikan solusinya.
“PPDB yang SMA ya, kalau tingkat SMP sudah selesai dan tidak ada masalah,” tuturnya kepada wartawan di Balai Kota Depok, Kamis (20/6/2019).
Yang menjadi permasalahan krusial dalam PPDB ini adalah interpretasi masyarakat soal sistem zonasi murni yang hanya dihitung berdasarkan jarak rumah tinggal dengan sekolah. Persoalannya adalah bagaimana bila siswa tersebut tempat tinggalnya tidak dekat dengan sekolah negeri khususnya SMA.
“Jika rumah siswa itu jauh dari sekolah negeri (SMAN-red), ambil contoh misalnya mereka yang tinggal di Jatimulya atau Pasir Gunung Selatan, mereka tidak akan bisa diterima di sekolah negeri. Kalau acuan zona murni hanya jarak,” beber Idris.
Bilamana seperti itu, maka akan menjadi korban adalah siswa yang berprestasi khususnya mereka yang mendapatkan nilai tinggi dalam Ujian Nasional atau UN. Sebab banyak juga siswa tersebut letak rumahnya jauh dari sekolah negeri.
“Ada yang ekstrem menilainya zonasi segala-segalanya, jadi tidak memberikan penghargaan kepada adik-adik yang nilai UN-nya diatas 40,” kata dia.
Maka itu, zonasi PPDB tahun ini harus diatur sama halnya dengan DKI Jakarta yang masih mengacu pada nilai UN. Bila tetap ingin menerapkan aturan tersebut maka di setiap kelurahan harus ada sekolah. Pemerintah dapat juga dapat tetap melaksanakan PPDB dengan sistem zonasi tanpa membangun sekolah, yakni dengan menghapuskan UN.
“Seperti yang pernah saya katakan kita obyektif, udah nggak usah pake UN,” kata Idris.
Orang nomor satu di Depok ini juga mengaku sudah berkoordinasi dengan sejumlah kepala daerah untuk reinterpretasi soal zonasi murni tersebut. Kedepan dirinya bersama sejumlah kepala daerah akan berdiskusi kepada Gubernur Jawa Barat untuk membahas permasalahan PPDB.
“Beberapa wali kota di Jawa Barat sudah kontak ke saya, dan kita harus usul ke Gubernur untuk kita reinterpretasi. Nantinya gubernur ini kita minta konsultasi ke kementerian, ini (mekanisme PPDB) seperti apa,” tandas Wali Kota.