Harian Sederhana – Keputusan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) yang memastikan bahwa Terminal Baranangsiang akan menjadi stasiun akhir Light Rail Transit (LRT) dipertanyakan Wali Kota Bogor Bima Arya.
Padahal sebelumnya, BPTJ telah meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mempersiapkan sarana prasarananya. Namun, Bima menegaskan bahwa Terminal Baranangsiang belum tentu jadi stasiun akhir. “Kata siapa?. Belum ada kepastian soal itu,” kata Bima, Selasa (16/07).
Menurut Bima, saat ini BPTJ tengah mengusulkan beberapa opsi selain di Terminal Baranangsianh dan wilayah Bogor Utara. “Sejauh ini belum ada. Lelang LRT juga baru dilakukan pada Oktober 2019. Itu kan baru usulan dari BPTJ,” tegas politisi PAN itu.
Masih kata Bima, bahwa status hukum Terminal Baranangsiang yang bertipe A saat ini menjadi milik pemerintah pusat, jadi tetap di pusat.
Ia mengaku telah konsultasi dengan Kemenko Maritim di kejaksaan, tapi kesepakatnya kembali diserahkan ke BPTJ.
Sementara itu, Anggota DPRD Fraksi Golkar, Yus Ruswandi mengatakan bahwa wajar apabila Walikota Bogor kurang sepakat apabila stasiun akhir LRT berada di Terminal Baranangsiang.
Sebab, saat ini Pemkot Bogor masih ada persoalan kontrak dengan PT PGI selaku pihak yang ditunjuk sebagai pengembang terminal tipe A tersebut.
“Memang kalau dipaksakan disana, bisa saja berujung kepada gugatan. Karena sampai sekarang kerjasama itu masih berlanjut,” katanya.
Selain itu, berdasarkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), terminal tipe A berada di Tanah Baru, sehingga wajar bila pemkot menginginkan agar stasiun akhir LRT ada di wilayah tersebut.
“Lahannya sudah dipersiapkan disana. Selain itu, di area tersebut juga bisa dibangun Park and ride, yang nantinya juga terhubung dengan BORR,” kata Yus.
Sehingga lanjut Politisi Golkar itu, orang-orang yang ingin ke Jakarta dapat memarkirkan kendaraannya disana, untuk memilih angkutan massal. “Apakah naik LRT atau bus,” pungkasnya.