Harian Sederhana, Depok – Pro dan kontra kebijakan pemindahan Ibu Kota RI dari Jakarta ke Kalimantan Timur mulai mencuat dari berbagai kalangan. Banyak yang memiliki pendapat apakah pemindahan tersebut akan berimbas terhadap penyangga ibu kota saat ini.
Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengatakan tidak semudah itu memindahkan ibu kota sebuah negara. Dirinya memprediksi perpindahan baru bisa dilaksanakan pada tiga atau empat tahun mendatang.
“Saya pikir tidak semudah dan secepat itu. Feeling saya masih butuh waktu,” tutur Idris, Rabu (04/09).
Wacana tersebut, diakuinya juga masih terlalu dini untuk dipikirkan pasalnya belum diketahui seperti apa gambarannya. Apakah akan sama seperti ibu kota sekarang dengan volume kepadatan penduduk atau seperti di Australia, dimana konteksnya dikhususkan menjadi pusat pemerintahan tanpa ada penduduk.
“Wacananya bisa seperti itu, dalam artian mungkin nanti Jakarta sebagai Kota Metropolitan dengan pendapatan asli dari pajak yang kemudian berkembang menjadi pusat ekonomi, bisnis, dan segala macam,” bebernya.
Menurut dia, peralihan ibu kota negara tidak akan berpengaruh terlalu besar terhadap wilayah tiang penyangga. Namun, diprediksi ada posisi penawaran melihat kemunculan beberapa isu kebijakan seperti Provinsi Bogor Raya dan perpindahan Ibu Kota Jawa Barat.
“Jadi, kalau bisa seluruh rencana itu dikolaborasi sehingga tidak parsial dan kita sebagai penyangga bisa mengambil sikap. Ini tidak dan segampang yang dipikir perlu ada koordinasi dengan dewan (DPRD-red),” tegasnya.
Idris menyatakan, sesungguhnya perpindahan ibu kota dimanapun itu tidaklah penting, yang menjadi fokus adalah kesejahteraan masyarakat tetap terjamin.
Dirinya mencontohkan sebuah film yang sempat ditonton yaitu sebuah pulau dengan kekayaan alamnya. Dari situ bisa dipetik sebuah pelajaran bahwa masyarakat bisa memanfaatkannya bila dikoordinir dengan baik.
“Ini bukan masalah setuju atau tidak setuju (soal perpindahan), intinya adalah masalah kemaslahatan yang perlu sejahtera seperti film yang saya tonton kalau diolah itu luar biasa,” tandasnya.
“Kalau menurut saya kita berpikiran positif mereka (pemangku jabatan wilayah provinsi dan presiden) adalah putra bangsa terbaik. Mereka tidak mungkin latahan dan pasti mengkaji dari seluruh masyarakat dan pelaku usaha. Ini studinya sudah lama dan pernah dicetuskan,” pungkasnya.
Sebelumnya Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriatna menyampaikan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur akan memberikan dampak bagi Kota Depok, salah satunya dari aspek jumlah penduduk.
“Selama ini letak Depok yang berbatasan langsung dengan ibu kota memberikan efek pada pertambahan penduduk karena faktor urbanisasi. Banyak warga yang datang ke Jakarta, kemudian memilih Depok sebagai tempat tinggal,” ungkap Pradi.
Pradi memaparkan, Depok menjadi salah satu pilihan sebagai lokasi domilisi. Alasannya, selain dekat dengan Jakarta sejumlah prasarana pendukung cukup memadai, misalnya transportasi dengan adanya KRL commuter line.
“Kondisi lingkungan di Depok juga masih cukup nyaman, masih banyak pepohonan terutama di pinggiran Depok, hingga air tanah yang bagus. Jadi, banyak yang betah,” katanya.
Diutarakannya, pertambahan penduduk dari keberadaan pendatang di Kota Depok mencapai kisaran angka 1,2 persen. Dengan pindahnya ibu kota, angka urban diprediksi akan berkurang. “Ini baru sebatas anasila dan belum ada kajian ilmiahnya,” imbuhnya.
Selain itu, katanya lagi, pemindahan ibukota juga akan mempengaruhi pindahnya sejumlah warga Depok yang bekerja di instansi pemerintah pusat, seperti kementerian.
“Dari para pegawai pemerintah pusat, kemungkinan bwsar ada yang tinggal di Depok. Jika ibukota pindah, bisa jadi juga mereka akan pindah,” pungkasnya.
Ketua DPC Partai Gerindra Kota Depok ini juga memprediksi pemindahan ibukota memberi imbas pada sektor investasi. Namun demikian, hal itu tampaknya tidak terlalu signifikan karena Jakarta tetap menjadi pusat perekonomian Indonesia.
“Kalau untuk pemerintahan, tentunya memberi pengaruh dari sisi jarak dan kemudahan berkoordinasi. Saat ini tidak banyak waktu untuk ke ibu kota apabila ada giat di pemerintah pusat. Jika pindah ke Kalimantan, tentunya jarak lebih jauh dan membutuhkan waktu lebih panjang,” bebernya.
Namun, sebagai salah satu pimpinan daerah, dirinya tetap optinis Depok akan tetap terus mengalami kemajuan meski nantinya tidak lagi berstatus daerah penyangga ibu kota.
“Pada dasarnya, kami setuju dan mendukung rencana Presiden yang pastinya sudah mempertimbangkan berbagai aspek. Pemindahan juga membutuhkan proses panjang,” tutupnya.
Seperti diketahui Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke wilayah Kalimantan Timur di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin, 26 Agustus 2019.
Presiden menuturkan, keputusan tersebut diambil lantaran pemerintah pusat tidak bisa untuk terus menerus membiarkan beban Jakarta dan Pulau Jawa semakin berat. Beban yang dimaksud antara lain kepadatan penduduk, kemacetan, polusi udara dan ketersediaan air bersih.
Untuk lokasi ibu kota baru RI sendiri ditetapkan pemerintah berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim). Ia juga mengatakan pemindahan ibu kota negara ini setelah melakukan kajian matang.
“Kenapa urgen, kita tidak bisa terus menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat,” tuturnya.
Jokowi mengatakan masalah yang ada di Jakarta itu bukan kesalahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kondisi ini, kata Jokowi, karena besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan Jakarta sejak Indonesia merdeka.
“Dan ini bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta, tapi terlebih karena besar beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan Jakarta,” ujarnya.
“Kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar jawa yang terus meningkat meskipun sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah,” sambung Jokowi.
Sebelumnya Jokowi mengatakan setelah melakukan kajian selama tiga tahun belakangan ini lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim.
Jokowi mengungkapkan alasan ibu kota dipindah di Kaltim, antara lain risiko bencana minimal, baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung api dan tanah longsor.
Kemudian lokasinya strategis berada di tengah-tengah Indonesia, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda.
Selanjutnya alasan ibu kota baru berada di sana karena mempunyai infrastruktur yang relatif lengkap, dan telah tersedia lahan yang dikuasai pemerintahan seluas 180 ribu hektare.
Pemindahan ibu kota baru ini, lanjutnya, bukan satu-satunya upaya pemerintah dalam mengurangi kesenjangan antara luar dan Pulau Jawa. Dalam kesempatan tersebut, ia juga memastikan, pemindahan ibu kota ke wilayah baru melingkupi pusat pemerintahan. Sementara, pusat bisnis, keuangan, maupun perdagangan tetap berada di DKI Jakarta.
Jokowi memerintahkan jajarannya untuk menyiapkan skema pembiayaan pemindahan ibu kota, baik yang bersumber dari APBN atau di luar APBN. Ia juga memerintahkan agar ada desain kelembagaan yang diberikan otoritas dalam rencana pemindahan ibu kota negara ini.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu juga meminta jajarannya untuk mempelajari pengalaman pemindahan ibu kota negara lain, terutama terkait faktor-faktor yang bisa menjadi hambatan, sehingga bisa mengantisipasi sedini mungkin.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah berkomitmen tidak akan menggunakan APBN yang bersumber dari penerimaan pajak untuk menutup kebutuhan pemindahan ibu kota.
Berdasarkan data Bappenas, dana yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru sekitar Rp 486 triliun. (*)