Harian Sederhana, Bogor – Bupati Bogor, Ade Yasin turun langsung memantau berlangsungnya sistem kanalisasi 2-1 di Jalan Raya Puncak, Kabupaten Bogor, Minggu (27/01). Seperti diketahui sistem tersebut rencananya bakal menggantikan sistem satu jalur atau one way yang sudah berlangsung selama 32 tahun.
Selain Bupati, Kapolres Bogor AKBP Muhammad Joni, Direktur Jendral Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi dan Sekretaris Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Hindro Surahmat datang ke TMC Gadog untuk melakukan peninjauan uji coba kanalisasi 2-1.
“Kita hari ini (kemarin-red) uji coba sistem 2-1, bila uji coba ini dirasa sukses maka (sistem kanalisasi 2-1-red) diproyeksikan untuk mengganti pemberlakuan satu arah (one way), jadi tidak ada lagi jam naik turun, tapi tetap harus melihat uji coba minggu depan dan masukan dari berbagai pihak,” tutur Bupati kepada wartawan.
Ia mengatakan, sejauh ini terdapat 4 titik simpul kemacetan yang berdampak pada lalu lintas di sepanjang Jalan Raya Puncak. Karenanya, Pemkab Bogor masih mencari solusi untuk hal tersebut, salah satunya dengan memindahkan PKL yang dinilainya menjadi biang kemacetan.
“Kita juga kan ini sedang ada pelebaran jalan, ada pengerjaan jalan yang menyebabkan kemacetan juga, titik macet sudah bisa ditemukan diantaranya Simpang Megamendung, tanjakan Selarong, Pasar Cisarua dan Simpang Taman Safari,” kata Ade Yasin.
Perihal PKL, Ade Yasin mengatakan ada sekitar 516 PKL yang akan direlokasi karena dianggap penyebab kemacetan. Para PKL itu rencananya akan dipindahkan atau direlokasi ke sebuah rest area bila sudah selesai dibangun.
“Kami sedang membangun rest area untuk menampung 516 PKL yang tersebar. Sebagian sudah ditertibkan untuk menunggu relokasi mereka. Jadi kami menggeser mereka, bukan menggusur,” imbuh Ade.
Meskipun begitu, Bupati tidak memberikan keterangan PKL di daerah mana saja yang akan dipindahkan. Bupati hanya menyebut keberadaan PKL ini mengganggu kelancaran arus lalu lintas. “PKL adalah penyebabnya. Orang yang turun atau naik ke Puncak berhenti sesukanya di lapak-lapak PKL,” terang dia.
Pada kesempatan tersebut, Ade menginginkan agar di kawasan Puncak dibangun Light Rail Transit (LRT) yang tujuannya mengurangi kemacetan di kawasan tersebut. Untuk itu, ia berharap pemerintah pusat mau membangun LRT di Kabupaten Bogor.
“Tapi ini minta juga (LRT). Kami juga ingin ada kebagian dibangun LRT ya, ke Kota Bogor sudah ada rencana tapi ke kabupaten belum ada,” kata Ade.
Ade menilai walaupun saat ini Jalan Raya Puncak sedang diuji coba sistem 2-1, tapi sistem ini tetap tidak akan bisa mengurai kemacetan. Ade Yasin mengklaim kalau kemacetan yang ditimbulkan sistem 2-1 tidak separah saat one way diterapkan.
“Sebab, walau ada kanalisasi, ketika arus kendaraan mencapai 19 ribu, tetap itu ada kemacetan walaupun tidak separah one way,” tandas Ade.
Dari pantauan di lapangan, kemacetan masih membayangi diterapkannya kebijakan sistem kanalisasi 2-1. Hal ini lantaran ditemukannya beberapa permasalahan saat uji coba sistem tersebut. Salah satunya adalah PKL di sekitar Pasar Cisarua yang sampai ke bahu jalan diperparah dengan parkir liat yang membuat kondisi kemacetan parah.
Sekretaris Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Hindro Surahmat menyebut kalau Pasar Cisarua menjadi titik paling krusial lantaran lokasi itu menjadi penyebab kemacetan panjang.
“Kita mutar dari Taman Safari Indonesia sudah macet. Jarak Taman Safari ke Pasar Cisarua sekitar dua kilometer, ditempuh satu jam lebih. Sekitar dua jam sampai sini (TMC Gadog-red),” kata Hindro kepada wartawan di TMC Gadog, Megamendung, Kabupaten Bogor.
Ia menerangkan, PKL yang berjualan di sekitar Pasar Cisarua sampai memakan bahu jalan. Ditambah lagi dengan adanya parkir liar yang dinilainya membuat kondisi jalan semakin semrawut.
“Kapasitas jalan tidak maksimal, terus ada penyempitan yang dari dua menjadi satu lajur. Itu sangat mengganggu. Apalagi dari dua ke satu, posisinya di Pasar Cisarua. Itu makin crowded, titik krusial (kemacetan-red),” katanya.
Dalam sistem kanalisasi 2-1, ruas jalan dibagi tiga yaitu dua lajur ke arah Puncak dan satu arah sebaliknya. Kondisi ini diterapkan pada pagi hari. Sedangkan pada siang hari menjelang sore, sistem itu diberlakukan sebaliknya. Masalah terjadi saat peralihan jalur.
“Pada saat mau dibuka dua lajur untuk kendaraan dari atas (Puncak Pas), posisi kendaraan dari Exit Tol Ciawi di lajur dua, ekornya masih sampai ke Gadog mungkin ya. Itu kan membukanya menjadi persoalan lagi. Membuka menjadi dua ke atas, itu tidak sederhana. Makanya perlu dikaji ulang,” kata Hindro.
Hindro mengatakan sistem uji coba 2-1 dilakukan selama dua kali yakni Minggu, 27 Oktober 2019 dan Minggu, 3 November 2019. Hindro menyebut uji coba pertama ini akan dievaluasi agar sistem 2-1 pada Minggu depan bisa semakin maksimal.
“Ini kan evaluasi karena baru uji coba pertama. Akan dibicarakan dengan seluruh stakeholder dan apa tindak lanjutnya. Kita masih punya kesempatan uji coba sistem 2-1 pada 3 November,” imbuh Hindro
Dia mengatakan evaluasi ini dilakukan untuk mengatasi di kendala lapangan ketika sistem 2-1 ini diuji coba di Jalan Raya Puncak. Kendala itu adalah banyaknya pedagang kaki lima (PKL) di bahu jalan, kendaraan yang parkir sembarangan, dan pengendara yang keluar-masuk simpang.
“Kami evaluasi. Misalnya dari infrastruktur jalan, PU-nya (Kementerian PUPR) bagaimana, selesai kapan kira-kira (perluasan jalan). Lalu bagaimana penataan di pasar, PKL bagaimana, bisa-nggak dipinggirkan. Parkir bagaimana, bisa-nggak digeser. Dioptimalkan kapasitas jalannya,” tandas Hindro.
Meskipun sistem 2-1 di Jalur Puncak tetap menciptakan kemacetan, namun Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebut perlunya pola baru untuk menggantikan sistem satu arah (one way) yang selama puluhan tahun diterapkan di jalur tersebut.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdar), Budi Setiyadi menuturkan sistem one way diberlakukan sejak 1985. Sistem ini pun dinilainya dipersoalkan masyarakat. “Masa 2019 tidak punya pola lain. Gitu kan. Jangka pendek harus ada pola lain,” kata Budi.
Budi menyebut sistem kanalisasi 2-1 ini diadakan supaya masyarakat dapat memakai akses jalan itu selama 24 jam. Saat ini selepas di uji coba, pihaknya meminta masyarakat untuk memberikan testimoni.
“Persoalannya adalah, begitu dilakukan uji coba seperti ini (kanalisasi 2-1-red), dari tingkat kecepatan kendaraan seperti apa, kemudian kebutuhan masyarakat terakomodasi atau nggak. Kalau one way kan ada komplain. Karena memang untuk berapa jam nggak bisa bergerak, terutama dari arah berlawanan,” tutur Budi.
Selain itu, banyaknya personel dari banyak institusi, disebutnya, menambah padat arus lalu lintas. Untuk itu dia meminta dalam uji coba selanjutnya marka dan rambu jalan lebih diutamakan.
“Mungkin kalau uji coba berhasil, kan ada pengurangan petugas. Nanti akan ada penambahan rambu dan marka, termasuk mungkin penataan di jalannya. Regulasinya mungkin nanti akan disiapkan. Ini kan jalan nasional,” pungkas Budi.
Budi Setiyadi mengatakan PKL di bahu jalan di Pasar Cisarua menjadi salah satu persoalannya terjadinya kemacetan saat penerapan uji coba kanalisasi 2-1. Selain itu, lokasi parkir liar menjadi persoalan lain.
“Di pasarlah yang banyak persoalannya. PKL yang mengambil bahu jalan, parkir yang juga mengambil bahu jalan, orang yang menyeberang juga banyak,” kata Budi.
Banyaknya kendaraan yang keluar-masuk di Pasar Cisarua juga menjadi masalah. Situasi di simpang Megamendung juga tidak jauh berbeda. “Itu cukup banyak volumenya, menghambat juga. Jadi khusus di dua lokasi ini, saya minta nanti dirapatkan Bupati Bogor,” lanjut Budi.
Untuk itu, dia berharap Pemkab Bogor mengevaluasi sistem tersebut. Nantinya sistem 2-1 ini akan diuji coba lagi pada Minggu, 3 November 2019. “Sebelum tanggal 3 Oktober, saya minta minimal penataan pedagang, penataan parkir, dan akses keluar-masuk jalan,” kata Budi.
Untuk Jalan Raya Puncak yang masih diperlebar, kata Budi, harus diselesaikan. Pemkab Bogor harus mengundang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ketika melakukan evaluasi dari sistem 2-1 yang diuji coba ini.
Kementerian PUPR pun, lanjut Budi, juga harus dilibatkan ketika sistem 2-1 diuji coba untuk kedua kalinya. “Rapat minggu depan yang tempatnya di Kabupaten Bogor, kalau bisa melibatkan PUPR, jangan sampai dilupakan. Pada saat nanti uji coba kedua, juga teman PUPR harus ada,” pungkas dia. (*)