Harian Sederhana, Depok – Kota Depok masih terus berbenah diri terutama dalam hal sampah. Rencananya seluruh ampas rumah tangga tersebut akan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Lulut-Nambo, Kabupaten Bogor.
Beralihnya tempat pembuangan sampah tersebut disebabkan oleh TPA Cipayung, Kota Depok sudah tidak mampu menampung lagi atau overload. Namun, disisi lain ternyata ada warga yang sering mengumpulkan sampah kemudian didaur ulang menjadi kerajinan tangan.
“Ini (sampah-red) menjadi sebuah peluang usaha bagi saya. Dari sampah itu saya mampu membuat berbagai kreasi barang kemudian dipasarkan,” tutur Yuliawati, pelaku usaha UMKM Limo yang beralamat di Jalan Pipa Gas RT 04/07, Kampung Sasak, Limo kepada Harian Sederhana, Minggu (21/7/2019).
Tidak ada niat maupun pikiran yang terbersit dari benak wanita berhijab ini, awalnya dia mengaku hanya kesal lantaran banyak orang yang membuang sampah sembarangan. Yuliawati lalu mencoba untuk mengumpulkan sampah tersebut di belakang rumahnya.
“Saya tergerak bikin bank sampah, dari situ saya mulai kumpulkan sampah seperti bungkus koran, kresek, bungkus kopi dan ring gelas bekas minuman,” katanya.
Suami dan keluarga sempat melarang bahkan memarahi Yulia karena sering menimbun barang yang dianggap tidak berguna itu, namun dirinya tetap bertahan dan mengatakan suatu saat sampah itu akan menjadi emas.
Begitu juga tetangga sekitar yang aneh melihat ibu dua anak ini sering mengumpulkan sampah. Namun, Yulia tak menghiraukan ibarat katanya anjing menggonggong kafilah tetap berlalu, mirisnya lagi dia sempat terkena DBD dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.
“Jadi, ilmu atau kreasi ini terbentuk ketika sedang menjalani perawatan jalan di rumah. Ada bungkus kopi saya pegang, tiba-tiba kepikiran bagaimana kalau saya buat tas sepertinya unik,” bebernya.
Kemampuan membuat berbagai kerajinan sudah terasah sejak Yuliawati masih duduk di bangku sekolah dasar, bakat tersebut ditumpahkannya ke dalam sampah. Alhasil satu karya dibuat.
“Jadi sampah bungkus kopi itu saya rangkai dan jadilah tas, lantas tak berhenti disitu saya juga bikin kreasi lain seperti topi, tiker, dompet, gantungan kunci dan bunga,” tegasnya.
Ide sampah menjadi emas, digelorakannya kepada rekan-rekannya yang kesehariannya sebagai ibu rumah tangga. Mereka tergerak juga untuk membuat bank sampah. “Ada dua teman yang ikut bikin bank sampah yaitu Ibu Lilis dan Rere. Alhamdulillah bisa diolah dan berjalan sampai sekarang,” katanya.
Dari tahun 2015 hingga saat ini, Yulia terus berinovasi dari berbagai sampah yang dikumpulkan bersama teman-temannya menghasilkan karya berguna seperti tempat tisu, piring, nampan guci, tempat aqua bunga, sampai mangkuk tempat permen.
Pemasaran barang ciptaannya yang dilakukan lewat media sosial ternyata juga mengundang perhatian. Pesanan berdatangan, namun sayangnya Yulia mengaku masih kekurangan pekerja.
“Untuk harga itu dikisaran Rp 5 ribu sampai Rp 600 ribu, kalau omset sebulan masih sedikit paling Rp 1 juta. Terbentur dengan modal dan yang kerja,” jelasnya.
Kurang Perhatian
Kreatifitas yang dimiliki oleh Yuliawati seharusnya memperoleh perhatian dari pemerintah, pasalnya tidak semua warga mau mengelola sampah. Selain itu, kader di Kelurahan Limo ini juga memberikan solusi mengenai masalah sampah di Kota Depok.
Selama ini, Yuliawati mengaku belum memperoleh bantuan apapun dari Pemerintah Kota Depok. Padahal, beberapa organisasi seperti Usaha Kecil Menengah Masyarakat (UMKM) telah diikutinya.
“Saya ikut UMKM Limo dan WUB, tapi sampai saat ini belum dapat pelatihan ataupun bantuan dana,” tandasnya.
Bahkan, untuk pelatihan dirinya mengupayakan sendiri bersama komunitas penggiat lingkungan limo (Kopel), dari situ Yuliawati dijembatani untuk membuat karya. Dirinya berharap, kedepan ada bantuan dari instansi pemerintah maupun swasta sehingga mampu meningkatkan kapasitas para pengusaha kecil sepertinya.
“Harapan saya mudah mudahan bisa bantu untuk para usaha kecil kerajinan tangan yang mampu dibantu untuk kualitas masyarakat berpenghasilan dari sampah,” pungkasnya.
(*)